Apakah anda termasuk orang pintar? Merasa pintar? Atau
dianggap pintar? Apa sih pintar itu? Bisakah anda memberitahu saya definisi pintar yang benar-benar tepat?
Karena sampai sekarang saya masih tidak mengerti pintar yang sesungguhnya
seperti apa dan bagaimana. Apakah "orang pintar" itu memang benar
benar pintar? Setahu saya orang pintar itu tahunya hanya klenik-klenik begitu.
Iya toh? Einstein pintar? Mereka bilang einstein jenius. Dan katanya jenius
beda dengan pintar. Benar begitu?
Seorang anak waktu sekolah dasar sering rangking 1 di kelas.
Orang-orang bilang; "duh..pinter banget sih anak itu". Tapi waktu
beranjak sekolah menengah sudah tidak pernah rangking 1. Boro-boro rangking,
prestasinya malah menurun. Kemudian orang-orang bilang; "padahal dulu pinter
loh...".
Jadi pintar itu sifatnya temporer ya?
Ada lagi, si A hasil test IQnya 120. kemudian orang-orang
bilang; "wiih..IQnya tinggi ya..berarti dia pinter. Tapi kok nilai
rapornya biasa biasa aja?"
Jadi pintar itu...Apa?
...
Seorang dosen pernah bertanya pada saya ketika ujian lisan
sebuah mata kuliah;
"Kok gak bisa jawab? Kamu dulu waktu saya ajar termasuk
pintar kan?"
Eh. Agak kaget juga ditanya seperti itu. Darimana beliau
menilai saya pintar? Nama saya saja mungkin beliau tidak hafal. Nilai mata
kuliah beliau saja saya selalu dapat c. Dan lagi, saya pernah ketahuan tidur di
kelas pada salah satu mata kuliah beliau. Sekarang saya di kira pintar? Pasti
beliau salah orang. Dan akhirnya, saya menjawab (dengan berlagak pilon) ;
"Eee...bukan Pak..saya nggak pinter kok.."
"Oh, jadi bukan termasuk pinter..." Balasnya.
Dan pembicaraan berakhir begitu saja. Awkward. Tapi lucu
juga sih.
...
Itu dosen pertama, yang selama hampir 4 tahun masa kuliah
saya (pada waktu itu) yang bilang saya pintar (meskipun mungkin si bapak salah
orang). Terlepas dari beliau salah orang atau tidak, sebagai mahasiswa rata
rata, yang tidak pernah menonjol baik di kelas apalagi organisasi (karena saya
tidak ikut organisasi apa-apa) dibilang atau disangka pintar oleh seorang dosen
kawakan rasanya "sesuatu banget". Rasanya saya hampir mencapai puncak
tangga teratas hirarki kebutuhan manusia (cuma hampir, lalu terpeleset lagi ke
bawah); aktualisasi diri. Pengakuan.
Dengan adanya sangkaan bahwa saya termasuk pintar tadi,
semakin absurd definisi "pintar" itu sendiri bagi saya.
...
Pernah saya bertanya pada diri sendiri;
"Apa iya, saya ini memang pintar?"
Entah. Saya sebenarnya tidak pernah merasa pintar. Malah
cenderung minder. Waktu saya masih sekolah dasar, matematika saya sangat jelek.
Parah. Langganan dapat "kursi" dan "bebek". Pernah juga
dapat nilai "telur". Sering di hukum berdiri di depan gara gara tidak
mengerjakan PR. Waktu SMP pun begitu. Sejak saat itu saya sempat beranggapan
bahwa orang pintar itu, yang nilai matematika, fisika, dan kimia nya bagus.
Orang pintar itu yang pintar hitung-hitungan. Meskipun lama-lama persepsi
sempit saya itu terkikis, tetapi makna pintar itu masih tetap tidak jelas.
Apalagi setelah saya tahu hasil test IQ pada saat saya SMA. Dari hasil test IQ
untuk pemilihan jurusan itu, ternyata IQ saya rata-rata. Saya lupa jumlahnya.
Tapi yang jelas hasilnya sangat rata-rata. Kurang sedikit saja, bisa di bawah
rata-rata. Sementara saya lihat teman saya yang malas, nilai biasa saja, kadang
juga PR nyontek saya, skor nya malah termasuk kategori superior. Jadilah saya
sedikit down pada waktu itu. Sampai-sampai Ayah saya merobek dan membuang hasil
test IQ itu agar saya tidak tertekan dan semakin minder (rasanya terharu juga
kalau mengingat momen itu).
...
Tragedi skor test IQ sudah lama lewat. Saya kembali
menjalani kehidupan seperti biasa. Saya mahasiswi biasa. Tidak menonjol di
kelas. Tidak aktif di organisasi apapun. Tidak populer di antara teman-teman
plus IP naik turun tiap semester dan IPK pas-pas an (yang penting ada angka 3
di depan, untuk modal melamar ke perusahaan :p ). Kalau dosen saya tahu hal-hal
tersebut, apakah beliau masih akan mengira saya pintar? Kalaupun iya, mungkin
beliau hanya mengejek saya dengan halus.
...
Baru-baru ini, ada lagi yang bilang saya pintar. Dan
penyampaiannya lebih meyakinkan daripada dosen sebelumnya yang kemungkinan
salah sangka dan salah orang. Bahkan bukan sebuah pertanyaan tetapi pernyataan.
Beliau juga dosen saya. Termasuk dalam daftar dosen "top class" di
jurusan saya. Kejadiannya pada saat sidang skripsi dan ujian kompre waktu itu.
Ketika saya selesai menjelaskan isi skripsi saya, kemudian beliau bertanya;
"IPK kamu berapa?" sambil membolak-balik berkas
ujian saya.
"3,08 Pak". Jawab saya singkat.
"IPK kamu kok kecil sih, padahal menurut saya kamu ini
pinter lo,"
"Eh? Beneran Pak?" Lagi-lagi saya cuma bisa
berlagak pilon.
"Iya, betul. Saya tidak pernah salah menilai orang.
Keliatan dari cara bicara kamu". Jawabnya serius.
Seketika itu juga tiba-tiba saya jadi emosional. Terharu
pada waktu itu. Dan itu di luar kendali saya. Saya bukan orang yang ekspresif
dan saya jarang menunjukkan emosi, terlebih lagi di depan orang yang tidak saya
kenal baik. Malah banyak yang bilang saya cenderung dingin dan tidak peka. Tapi
entah kenapa ketika keluar pernyataan seperti itu, mata saya malah
berkaca-kaca. Bukan karena takut menghadapi dosen penguji yang killer semua.
Murni terharu.
Mungkin kalian akan menganggap saya berlebihan. Saya sendiri
juga tidak ingin seperti itu, lebih-lebih di depan penguji. Malu sekali. Tetapi
semua terjadi begitu saja, out of my control. Saat itu juga saya benar benar
berada di anak tangga teratas hirarki kebutuhan manusia. Bukan hanya
"hampir" seperti sebelumnya, tetapi sudah benar-benar berada di
puncak, meskipun apa yang saya rasakan itu cenderung impulsif dan tidak
berdasar. Maklum, namanya saja lagi emosional.
...
Kendati demikian, pernyataan dosen saya itu tidak lantas
membuat saya mengerti makna pintar yang sebenarnya. Karena toh, pernyataan tadi
pun tidak mengubah IPK saya jadi cum laude. Saya masih tetap mahasiswi biasa.
Sampai sekarang saya lulus pun, saya masih orang biasa. Masih belum bisa
menjawab pertanyaan; "apakah saya memang pintar?" Mau berlagak
sombong dengan terang-terangan menjawab; "iya, aku memang pintar kok"
pun rasanya masih pikir-pikir. Mau merendah pun, rasanya tidak enak.
Saya tetap tidak tahu. Sampai sekarang pun, ketika saya
menulis entry ini, tetap saja saya belum menemukan standar pintar itu apa dan
bagaimana. Entah mungkin saya yang kurang riset mengenai definisi
"pintar" atau memang
jangan-jangan tidak ada definisi yang pasti mengenai hal itu.
...
Terlepas dari definisi
yang ada di dalam kamus besar bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Prancis,
dan semua kamus bahasa-bahasa dunia lainnya bagi saya pintar itu relatif dan
cenderung absurd. Kata dosen saya, beliau menilai seperti itu dari cara bicara saya (padahal saya dikenal paling
tidak pandai merangkai kata untuk bicara).
Berarti pintar itu orang yang pandai bicara dong?
Maka dari itulah, mengapa pintar saya katakan relatif dan
kadang absurd. Orang "pintar" di dunia ini banyak. Pintar matematika,
pintar sejarah, pintar bicara, pintar mengambil hati orang, pintar masak,
pintar nipu, pintar korupsi, dan banyak pintar-pintar lainnya. Pintar tidak
melulu soal akademik. Kalau pintar memang hanya soal akademik berarti
"pintar" ada standarnya, kan?
Jangan terlalu bangga disebut orang pintar, kalau belum
tahu, anda itu pintar apa. Lagipula tidak seharusnya pintar itu di
deklarasikan.
...
Apa yang saya tulis ini pasti absurd menurut kalian. Maaf ya
mungkin terkesan tidak bertanggung jawab, tetapi saya sendiri saja juga tidak
begitu mengerti arah tulisan ini kok..hehehe. Bukan maksud saya sok sok
menunjukkan secara implisit kalau "saya ini pintar lo". Sumpah, saya
bukan orang pintar. Jangan pedulikan perkataan dosen-dosen saya sebelumnya.
Beneran, saya ini biasa-biasa saja. Di sini, Saya hanya menuangkan ide yang
saya punya. Daripada lama-lama mengendap di otak, sayang kan kalau ide itu
menguap dan hilang? :)
...
*mengenang ujian kompre penuh hikmah sebulan yang lalu.