"aku ingin begini...
aku ingin begitu...
ingin ini, ingin itu banyak sekali..."
Taruhan, deh! Pasti bacanya sambil nyanyi..;-)
***
meskipun hanya sekedar lagu anak-anak, tetapi baru-baru ini saya menyadari
kalau lagu "legendaris" ini punya arti yang cukup dalam (ceilee..dalam...).
Bagi yang memaknai dan merenungi liriknya, maka lagu ini tidak lagi sekedar
menjadi lagu anak-anak yang riang dan ringan, tetapi malah justru menjadi
sebuah sindiran.
Iya kan? Ngaku aja,deh..
***
Manusia mana di dunia yang tidak punya keinginan sama sekali? Terutama yang
sifatnya duniawi.
Misalnya nih ya, mungkin kalian punya keinginan-keinginan
seperti di bawah ini;
Saya pengen punya pacar yang cakep, tinggi,
putih kaya' artis korea. *eh
Saya pengen dapat beasiswa master di luar negeri,
minimal aussie.
Saya pengen nanti kerja di tempat elit dan dapat posisi yang keren juga.
Saya pengen travelling tiap weekend, kalau bisa ke luar negeri.
Saya pengen itu...Saya pengen ini...begitu,
begini...
Bagaimana dengan keinginan saya? Yaah..seandainya saya tuliskan
satu-satu keinginan saya, mungkin sudah jadi setebal kamus besar bahasa
Indonesia (isn't it too much?).
Yup. I believe that every human born with a heaps of desire and
dreams.Bedanya, ada yang berambisi ada yang tidak. Susah juga kalau sudah
ada embel-embel ambisinya.
"Ambisi? Ah, nggak kok...biasa aja".
Yakin, biasa aja? Tapi kok galau?
Ketika saya mencoba bertanya pada diri sendiri, apakah itu ambisi atau bukan,
seperti itulah jawabannya. Ngeles. Ngomong-Ngomong, susah lo jujur
sama diri sendiri itu. Coba aja.
***
"Suffering comes mostly from desire, and not only from pain"
begitu kata salah seorang penulis favorit saya. Dan itu benar sekali. Pertama
kali membacanya, rasanya "jleb". Nancep di
hati.
Salah satu tanda bahwa keinginan-keinginan kita selama ini ternyata ambisi
adalah, ketika kita merasakan bahwa itu menyiksa dan membuat kita merasa tidak
tenang. Gelisah, khawatir, dan ketakutan kalau-kalau keinginan itu tidak akan
terwujud. Semakin banyak keinginan, semakin besar pula rasa takut itu.
Percaya?
Saya sih percaya, karena sudah merasakan sendiri.
***
Nggak salah, kalau kita punya banyak keinginan. manusiawi. yang
salah adalah ketika pada akhirnya keinginan-keinginan itu malah membebani dan
menyiksa diri sendiri gara-gara si ambisi itu. Apalagi ketika pada akhirnya
keinginan itu nantinya tidak terwujud. Percaya deh, keinginan dan
impian yang ada embel-embel ambisi itu nyesek.
***
Pada akhirnya, lama-lama kita akan merasa lelah dengan semua keinginan itu. Dan
ketika fase itu terjadi, kita akan mulai membuat "penawaran" dari apa
yang selama ini kita inginkan ;
Saya pengen punya pacar yang cakep, tinggi,
putih kaya' artis korea. X Ah, nggak perlu segitunya
deh, yang penting orangnya baik.
Saya pengen dapat beasiswa master di luar negeri,
minimal aussie. X Univ lokal juga
nggak apa deh, yang penting ilmunya.
Saya pengen nanti kerja di tempat elit dan dapat posisi yang keren juga.
X Kerja di mana aja boleh, yang penting bisa hidup cukup dan
mandiri.
Saya pengen travelling tiap weekend, kalau bisa ke luar
negeri. X Yang penting tiap weekend bisa ngumpul sama
keluarga udah cukup.
Sekalipun sudah ada penawaran seperti di atas tadi, tetap saja itu semua adalah
keinginan. Keinginan yang sudah ditawar. Dan penawaran-penawaran seperti itu
masih akan terus terjadi sampai pada akhirnya keinginan-keinginan itu mungkin
sudah tidak kita inginkan lagi.
***
Ada saatnya kita berkata (atau mungkin bernyanyi);
"aku ingin begini, aku ingin begitu..."
Tetapi akan ada saatnya juga kita hanya akan berkata;
"Ah, begini saja sudah cukup"
***
No comments:
Post a Comment